Minggu, 24 Mei 2009

Dasar Demokrasi.....!!!

Logika mana yang bisa menjawab bahwa demokrasi membawa kebaikan? Kita lihat saja, saat ini polah tingkah para elit politik tingkat nasional yang pada sibuk mengusung jagonya masing-masing untuk ditarungkan dalam Pilpres nanti. Rakyat sudah menggadaikan haknya sampai dengan 5 tahun yang akan datang. Jadi apapun yang dilakukan oleh elit politik yang telah terlanjur dipilih dalam Pemilu semau - mau dia apa yang mau dia dilakukan, paling tidak untuk lima tahun yang akan datang. Terus siapa yang bekerja untuk rakyat? Rakyat yang kelaparan tetap saja kelaparan, rakyat yang nganggur tetap saja nganggur, kekayaan alam yang telah dikuasai asing ya tetap saja tidak dinasionalisasi.  Dasar demokrasi......

Selasa, 12 Mei 2009

Pesta Ecek - Ecek

Rebutan Kue Kekuasaan. Itulah yang terbayang bila kita menyimak berita di media masa. Kekuasaan lebih dipandang sebagai Kue yang tentu saja enak untuk dinikmati. Kekuasaan tidak dipandang sebagai beban yang harus dipertanggungjawabkan dunia akhirat. Makan kue, siapa yang tidak bisa? Dari Balita sampai nenek - nenek ompong pun bisa. Atau paling tidak, merasa bisa. Empat puluh tujuh milyar lebih uang negara dibelanjakan untuk membeli pernak - pernik pesta demokrasi. Pesta telah usai, remah - remah kue kekuasaan berserakan dilantai. Semut - semut elit politik sibuk bersiap diri saling berebut. Saling bahu - membahu di satu waktu, saling sikut diwaktu yang lain semua dikemas dalam bingkai koalisi. Koalisi yang dibentukpun tidak ada hubungannya dengan platform dan ideolagi partai. Arah koalisi sulit ditebak, bukan karena lihainya para badut - badutnya, tapi lebih disebabkan karena koalisi atas dasar swahwat kekuasaan semata.
Harapan rakyat pesta demokrasi ini dapat membawa perubahan bagi bangsa. Harapan yang tidak sia - sia, pasca Pemilu banyak sekali perubahan. Coba lihat saja perubahan yang terjadi: banyak Caleg yang tadinya sehat wal afiat berubah menjadi gila karena tidak terpilih, masyarakat yang tadinya rukun berubah menjadi saling serang saling maki, berita bencana alam bencana sosial tiba tiba menghilang berubah dipenuhi menjadi berita politik, elit politik yang tadinya agak malu - malu berubah menjadi tidak tahu malu intensif berkoalisi.
Jadi apa yang kita nikmati dari pesta demokrasi....???

Pragmatis

Sangat sulit bagiku membayangkan bekerja di birokrasi ini dengan indealisme yang selalu tetap menyala. Pagi bangun tidur, persiapan kegiatan pagi dari beribadah, persiapan ini itu sampai mandi pagi dilakukan dengan seefektif dan seefisien mungkin. Setengah terburu - buru menstater sepeda motor untuk mengejar apel pagi. Kadang berharap - harap cemas antara terlambat dan tidak. Apel pagi dimulai, masing - masing komandan kompi melaporkan kekuatan, berdo'a. Selesai. Dari kecemasan terlambat apel ternyata "hanya" untuk mendengarkan bacaan doa yang kadang tidak pernah kita resapi. 
Saya tidak ingin mengatakan bahwa kinerja pegawai hanya diukur dari kehadiran apel saja, walaupun apel merupakan "komponen" sangat menentukan dalam mendapatkan tunjangan tambahan penghasilan. Saya hanya ingin mengatakan betapa banyak momen dalam aktifitas birokrasi ini yang sebenarnya sangat penting tetapi terlewat begitu saja. Taruhlah apel pagi, mengapa tidak dimanfaatkan untuk menyampaikan informasi kegiatan antar bidang tugas atau bahkan apel digunakan untuk breafing. Tentu pembina apel harus dapat memilih kata - kata dan kalimat yang efektif dan dapat dengan cepat dipahami oleh peserta apel. Tentu pengampu kegiatan akan lebih bersungguh - sungguh dalam melaksanakan tugasnya. Sedangkan para peserta apel yang terkait dapat berpartisipasi.
Jadi...?? apel ya apel saja, biar nggak dipotong tunjangan tambahan penghasilan.... itu saja  cukup.

Senin, 11 Mei 2009

???? !!!!**...
Aku bisa?? Ya aku bisa!!